MaSa-iTu-EmAs

-Mai-Sembang-


ShoutMix chat widget

lagu tema pas

YA ALLAH YA TUHAN KU

Maafkan aku ya allah, aku lemah dalam rakusan nafsu ..maafkan aku wahai roh-roh jihad Palestine! maafkan aku wahai anak-anak Gaza..hanya ini yang dapatku nyatakan..dan berikan..moga pengunjung blog sampaikan al-fatihah untuk yang pergi menemuiMu dan doa kemenangan untuk perjuangan anak-anak Gaza.....air mataku terus menitis..

Wednesday, December 9, 2009

Sejarah Ringkas Perang Jamal dan Perang Shiffin

Sejarah Ringkas Perang Jamal dan Perang Shiffin;
Suatu Strategi Munafiquun Memecah belah Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum

Ketika terjadi fitnah pada pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan ra., Abdulah bin Saba’ dan kaumnya mendatangi Ali bin Abi Thalib ra. dan kemudian memprovokasinya untuk menggantikan Utsman bin Affan ra. Namun Ali bin Abi Thalib ra. menolak provokasi tersebut bahkan kemudian membunuh sebagian pengikut Abdullah bin Saba’ namun Abdullah bin Saba’ sendiri berhasil melarikan ke Mesir.

Ketika berada di Mesir dia bertemu dengan beberapa kaum munafiquun untuk merencanakan suatu makar yang hebat. Kemudian dengan pengaruhnya, Abdullah bin Saba’ berhasil membuat opini tentang keburukan pemerintahan Utsman bin Affan ra di Madinah. sehingga beberapa orang kaum muslimin terpengaruh oleh cerita yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba’ tersebut.

Setelah dirasakan banyak kaum muslimin yang terpengaruh olehnya maka Abdullah bin Saba’ berangkat ke madinah beserta rombongannya menuju Madinah. Sesampainya Madinah Abdullah bin Saba’ dan rombongannya membuat fitnah yang besar terhadap Khalifah Utsman bin Affan.

Saking hebatnya fitnah itu karena juga disebarkan oleh rombongan Abdullah bin Saba’ yang besar jumlahnya maka sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum terpengaruh oleh ucapan kaum munafiquun tersebut sampai – sampai putra Khalifah pertama yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq mendatangi Khalifah Utsman bin Affan ra. dengan marah dan menarik jenggotnya.

Dan pada puncaknya kaum munafiquun dan sebagian kaum muslimin yang baik yang terprovokasi oleh ucapan Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya mengepung rumah Utsman bin Affan ra. kemudian membunuhnya.

Setelah meninggalnya Utsman bin Affan ra. maka kaum munafiquun dan sebagian sahabat serta kaum muslimin yang lain membai’at Ali bin Abi Thalib ra. sebagai Khalifah berikut. Kemudian munculah fitnah yang menyebabkan sahabat terpecah belah yaitu tentang hukuman bagi para pembunuh Utsman bin Affan ra.

Sahabat radhiyallahu’anhum terpecah menjadi 2 kubu yaitu kubu Ali bin Abi Thalib ra. dan kubu ‘Aisyah ra., Mu’awiyyah ra., Thalhah ra., Zubair ra dan lainnya. Kubu ‘Aisyah ra dan sahabat lainnya menuntut disegerakannya hukuman qishas bagi pembunuh Utsman bin Affan ra. Namun Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. menundanya karena 2 ijtihad, pertama negara dalam keadaan kacau sehingga perlu ditertibkan dahulu dan yang kedua pembunuh Utsman bin Affan ra. sebagian adalah munafiquun dan sebagian lagi kaum muslimin yang baik yang termakan provokasi, maka Ali bin Abi Thalib ra. membutuhkan kepastiannya.

Namun ‘Aisyiah ra., Thalhah ra., Zubair ra., dan sahabat nabi yang lain tetap pada ijtihadnya yaitu menuntut Ali bin Abi Thalib ra untuk menyegerakan hukuman qishas terhadap para pembunuh Utsman bin Affan ra.

Akhirnya setelah masing – masing sahabat Nabi tersebut membawa pasukan dan siap untuk berperang, lalu kemudian Ali bin Abi Thalib ra. sepakat dengan pihak ‘Aisyah ra. dan menyetujui untuk menyegerakan hukuman qishas terhadap para pembunuh Utsman bin Affan ra. Rupanya kesepakatan Ali dengan kubu ‘Aisyah ra. membuat gerah kaum munafiquun yang dipimpin oleh Abdullah bi Saba’

Pada malam harinya (Perang Jamal berlangsung pada malam hari) kaum munafiquun menyusup ke barisan sahabat Thalhah ra. dan Zubair ra. dan melakukan penyerangan mendadak. Karena merasa diserang maka kubu Thalhah ra. dan Zubair ra. balas menyerang ke pasukan Ali bin Abi Thalib ra dan perang besar pun tak terhindarkan. Perang ini disebut Perang Jamal dan berakhir dengan kemenangan Ali bin Abi Thalib ra. dan meninggalnya 2 orang sahabat yang dijamin masuk surga yaitu Thalhah ra. dan Zubair ra.

Sahabat Mu’awiyyah ra. yang pada waktu itu masih menjadi Gubernur di Damaskus menggerakan pasukannya menuju Madinah dengan tuntutan yang sama yaitu menyegerakan mengqishas pembunuh Utsman bin Affan ra.

Karena keadaan yang semakin kacau Ali bin Abi Thalib ra. tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut lalu terjadilah perang yang berikutnya yang dikenal dengan nama Perang Shiffin yang berakhir dengan gencatan senjata meskipun pada waktu itu Ali bin Abi Thalib ra. hampir memenangkan pertempuran tersebut. Lalu Mu’awiyyah ra. kembali ke Damaskus dan tetap menolak membaiat Ali bin Abi Thalib ra. sebagai Khalifah (Lalu sebagian kaum muslimin membai’at Muawiyyah ra. sebagai Amirul Mukminin)

Dan pada itu negara Islam terbagi 2 yaitu Ali bin Abi Thalib ra di Madinah dan Mua’wiyyah ra. di Damaskus. Pada kondisi tersebut ada sebagian kecil kaum muslimin yang tidak puas kepada keduanya, dan kaum muslimin yang tidak puas kepada Ali ra. dan Mu’awiyyah ra. mereka membentuk firqah baru (inilah firqah pertama dalam Islam, disusul Syiah, Mu’tazilah, Murji’ah, Jahmiyyah, Qadariyyah, Jabariyyah dan lain sebagainya) yang disebut sebagai Khawarij dan mereka mengkafirkan kedua sahabat nabi tersebut.

Lalu kaum Khawarij mengutus pembunuh kepada keduanya, namun qadarullah hanya Ali bin Abi Thalib ra yang terbunuh, sedangkan percobaan pembunuhan terhadap Mu’awiyyah ra. dapat digagalkan.

Selesai

Banyak hikmah yang dapat dipetik, namun salah satu hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut adalah dilarang untuk memprovokasi, menghujat dan memfitnah penguasa muslim secara terang – terangan sehingga banyak orang yang tanpa memeriksa dahulu kebenaran yang ada, termakan dengan provokasi, hujatan dan celaan yang kesemuanya itu akan berakibat pada kekacauan dan kehancuran.

Maka dari itu Rasulullah SAW pernah bersabda (dari sahabat Iyadh bin Ghunaim ra.),”Barang siapa hendak menasehati penguasa maka janganlah secara terang – terangan, melainkan ambil tangannya dan berdua dengannya. Apabila ia menerimanya maka itu adalah untukmu, kecuali apabila ia enggan maka apa yang ada padanya adalah baginya sendiri” (HR Ahmad, hadits hasan) dan pada hadits yang lain Rasulullah juga bersabda;

Dari Ummul Mukminin Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah ra dari Nabi SAW beliau bersabda, ”Sesungguhnya akan diangkat untuk kalian beberapa penguasa dan kalian akan mengetahui kemunkarannya. Maka siapa saja yang benci bebaslah ia, dan siapa saja yang mengingkarinya, maka selamatlah ia, tetapi orang yang senang dan mengikutinya maka tersesatlah ia” Para sahabat bertanya, “Apakah tidak sebaiknya kita memerangi mereka ?” Beliau bersabda, “Jangan ! Selama mereka masih mengerjakan shalat bersamamu” (HR. Muslim)

Maka dari itu Usamah bin Zaid ra. ketika menasehati Khalifah Islam Utsman bin Affan dilakukannya dengan secara diam – diam sebagaimana atsar sahabat berikut ini :

Dari Ubaidilah bin Khiyar berkata, “Aku mendatangi Usamah bin Zaid ra. dan aku katakana kepadanya, ‘Mengapa engkau tidak menasehati Utsman bin Affan untuk menegakan hukum had atas Al Walid ?’. Maka Usamah bin Zaid ra. menjawab, ‘Apakah kamu mengira aku tidak menasehatinya kecuali harus dihadapanmu ? demi Allah, sungguh aku telah menasehatinya secara sembunyi – sembunyi antara aku dan ia saja. Dan aku tidak ingin membuka pintu kejelekan dan aku bukanlah orang yang pertama kali membukanya” (HR. Bukhari dan Muslim)

perang badar

Muqaddimah:

Setelah hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah bersama-sama para sahabatnya dan diterima baik oleh orang-orang anshar, Islam telah berkembang, tersebar luas dan diterima oleh banyak kabilah-kabilah arab. Kekuatan dan ekonomi Madinah telah menjadi kukuh. Orang-orang arab Quraisy Makkah tidak senang hati dengan kemajuan ini.

Perang Badar merupakan perang pertama yang dilalui oleh umat Islam di Madinah. Ia merupakan isyarat betapa mulianya umat Islam yang berpegang teguh pada tali agama Allah. Kemenangan besar kaum muslimin tidak terletak pada jumlah tentara yang ikut serta tetapi terkandung dalam kekuatan iman yang tertanam disanubari mereka. Dengan Keyakinan mereka pada Allah yang sangat kukuh itu, Allah telah menurunkan bantuan ibarat air yang mengalir menuju lembah yang curam. Tidak ada sesiapa yang dapat menahan betapa besarnya pertolongan Allah terhadap umat yang senantiasa menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Sejarah :

Serangan yang dilakukan oleh Abdullah Ibn Jahshin terhadap angkatan perdagangan kaum Quraisy pada bulan Rejab yang diharamkan berperang telah dianggap oleh mereka sebagai tamparan dan cabaran hebat kepada mereka. Kaum Quraisy merasakan kematian Al-Hadhrami seharusnya dibela dan memusnahkan semua pihak yang bersangkutan dengan pembunuhan itu. Rasulullah sememangnya menyedari pihak Quraisy pasti akan menuntut bela. Baginda telah membuat persediaan yang lebih awal.

Pada bulan Ramadhan tahun 2 Hijriah, Rasulullah bersama 313 orang tentera telah keluar dari Madinah untuk menyekat angkatan perdagangan kaum Quraisy yang pulang dari negeri Syria (Syam) dalam usaha mereka hendak melemahkan persiapan tentera Quraisy Makkah untuk menyerang Madinah.

Abu Sufyan yang mengetuai angkatan perdagangan tersebut telah menyedari tindakan Rasulullah itu lalu beliau telah menghantar utusannya yang bernama Dham Dham bin Amr Al-Ghifari meminta bantuan dari Makkah.

Di Makkah pula, 3 hari sebelum Dham Dham sampai, Atiqah Binte Abdul Muthalib telah bermimpi sesuatu yang sungguh menakutkan. Atiqah telah bermimpi melihat seorang musafir datang dengan mengendarai unta. Ia berdiri diatas tanah lapang. Kemudian, lelaki tersebut berteriak dengan suara yang amat kuat.

“Ketahuilah wahai keluarga Ghudar, berangkatlah kalian kepada tempat-tempat kematian kalian dalam masa 3 hari.”

Atiqah melihat manusia berkumpul dekat musafir tersebut kemudian ia masuk dalam masjid diikuti orang ramai dan berdiri ia diatas untanya didepan Ka’bah dan dilaungkan lagi perkataan yang sama. Lelaki itu kemudian berdiri dihadapan Abu Qais dan diulangi ucapannya buat kali ketiga. Musafir itu kemudian mengambil batu besar dan melemparkannya. Batu itu jatuh bergolek. Ketika batu itu tiba dibawah gunung, ia pecah berkeping-keping. Tidak sebuah rumah pun yang ada di Makkah terlepas dari dimasuki pecahan batu besar tersebut.

Mimpi Atiqah itu walaupun diminta supaya dirahsiakan, telah tersebar luas di Kota Makkah hingga kepengetahuan Abu Jahal. Tetapi Abu Jahal dengan sikap bongkak dan sombongnya tidak memperdulikan mimpi itu malah diperlecehkan olehnya.

Al-Abbas bin Abdul Muthalib, orang pertama yang mengetahui tentang mimpi Atiqah telah mendengar saudaranya di ejek oleh Abu Jahal. Beliau ingin mempertahankan saudaranya lalu keluar untuk mencari Abu jahal. Pada ketika beliau terjumpa Abu Jahal, Dham Dham, yaitu utusan dari Abu Sufyan telah sampai ke Makkah dengan membawa berita Abu Sufyan meminta bantuan. Ketika itu juga Makkah menjadi kecoh dengan berita ini. Ramai pembesar-pembesar Quraisy merasa marah dengan tindakan Muhammad. Mereka lalu mengumpulkan orang untuk keluar membantu Abu Sufyan. Tidak ada seorang lelaki pun yang ingin ketinggalan dalam peperangan ini. Ada diantara mereka yang tidak dapat ikut tetapi mengutus orang suruhan mereka untuk ikut serta.

Sebelum berlaku peperangan di Badar, Nabi Muhammad S.A.W telah mengutuskan Talhah Bin Ubaidullah dan Said bin Zaid untuk mengumpul maklumat tentang kabilah Abu Sufyan. Mereka mengumpulkan maklumat ynag perlu dan kembali ke Madinah untuk menyampaikan pada Rasul. Baginda bergerak bersama-sama para pengikutnya. Baginda menuju ke Badar tetapi terlebih dahulu Baginda mengutus Ali bin Abu Talib, Zubir bin Al-Awwam dan Saad Bin Abi Waqqas bersama beberapa orang lain ke Badar mengumpulkan maklumat terbaru tentang orang Quraisy serta musuh mereka. Maklumat yang diperolehi daripada dua orang budak lelaki yang telah mendedahkan tentang tempat persinggahan orang Quraisy. Apabila Rasulullah bertanya berapa ekor binatang yang disembelih untuk makanan mereka setiap hari, kanak-kanak itu menjawab 9 atau 10 eokr. Dengan kebijaksanaan Rasulullah, Beliau dapat mengagak jumlah tentera musuh ada 900 hingga 1000 orang tentera.

Dengan maklumat yang diperolehi itu, Rasulullah pada waktu itu merasa khawatir kalau-kalau nanti setelah kejadian tenteranya bertempur dengan tentera Quraisy lalu dari tenteranya ada yang mengundur diri. Nabi Muhammad S.A.W juga ingat bahwa asal mulanya berangkat dari madinah adalah hendak mengejar seperangkatan unta yang memuatkan perdagangan kaum Quraisy yang di ketuai oleh Abu Sufyan, sedangkan mereka telah lepas jalan ke Makkah. Rasulullah bimbang jika ada diantara tenteranya yang tidak suka bertempur dengan tentera Quraisy dan ada yang berperasaan

Angkatan Unta yang dikejar telah terlepas jalan. Pasukan tentera Quraisy begitu besar berlipat ganda. Alat perang Quraisy lebih lengkap dan mereka serba kekurangan.

Dengan kebijaksanaan sebagai seorang Nabi dan pesuruh Allah, maka Nabi Muhammad S.A.W mengadakan permusyawaratan bersama pahlawan-pahlawan tenteranya meminta pendapat mereka. Pada mulanya, mereka berkata bahwa mereka keluar hanya untuk perdagangan Quraisy dan bukan untuk berperang. Ketika itu Rasulullah amat merasa susah hati dan berubah wajahnya. Apabila Abu Bakar r.a melihat keadaan ini, lalu beliau berkata:

“Ya Rasulullah, lebih baik kita bertempur dengan musuh!”. Diikuti pula dengan Umar r.a. Kemudian seorang sahabat Miqdad Bin Al-Aswad lalu berdiri dan berkata :

“Ya Rasulullah, teruskanlah pada barang apa yang Allah telah perintahkan pada Tuan! Maka kita serta Tuan. Demi Allah, kita tidak akan berkata kepada Tuan seperti perkataan kaum Bani Israil kepada Nabi Musa pada zaman dahulu. “Pergilah engkau bersama Tuhanmu, maka berperanglah engkau berdua. Kita sesungguhnya akan duduk termenung saja.”. Akan tetapi berkata kita pada Tuan sekarang “Pergilah Tuan bersama Tuhan Tuan! Dan berperanglah Tuan bersama Tuhan Tuan. Kita sesungguhnya berserta Tuan dan Tuhan Tuan. Kita ikut berperang. Demi Allah, jikalau Tuan berjalan dengan kita sampai kedesa Barkul Ghamad, nescaya kita berjuang bersama Tuan daripada yang lainnya. Kita akan berperang dari sebelah kanan Tuan dan di antara hadapan Tuan dan belakang Tuan.

Ketika itu Rasulullah juga ingin kepastian dari kaum Anshar. Melihat keadaan itu, Sa’ad Bin Muaz lalu berdiri dan berkata dengan kata-kata yang memberi keyakinan pada Rasulullah sama seperti kaum Muhajirin. Di ikuti pula oleh suara-suara pahlawan yang lain.

Setelah mendengar kata-kata daripada sahabat dan tenteranya yang sungguh meyakinkan, bercahayalah muka Nabi seraya tertampak kegirangannya. Pada saat itu juga Allah menurunkan wahyunya yang tercatat di Surah Al-Anfal ayat 5-7 yang ertinya :

“Sebagai Tuhanmu(Muhammad) mengeluarkan akan kamu dari rumhamu yang benar. Dan bahawasanya sebahagian dari orang-orang yang beriman itu sungguh benci. Mereka membantah kamu dalam urusan kebenaran (berperang) sesudah terang-benderang, seolah-olah mereka digiring akan salah satu dari dua (golongan Al’Ier dan golongan An Nafier), bahawasanya ia bagimu, dan kamu mengharapkan yang tidak berkekuatan senjata adalah bagi kamu, dan Allah berkehendak akan menyatakan kebenaran dengan semua sabdanya, dan memutuskan kekalahan orang-orang yang tidak percaya”

(Al-Quran Surat Al-Anfal Ayat 5-7)

Setelah itu, nabi S.A.W lalu bersabda pada seluruh tenteranya:

“Berjalanlah kamu dan bergiranglah kerana sesungguhnya Allah telah memberi janji kepadaku salah satu daripada dua golongan (yaitu Al-Ier dan An-Nafier). Demi Allah, sungguh aku seakan-akan sekarang ini melihat tempat kebinasaan kaum Quraisy,”

Mendengar perintah Rasulullah S.A.W yang sedemikian itu, segenap kaum muslimin memulakan perjalanan dengan tulus ikhlas dan berangkatlah mereka menuju ketempat yang dituju oleh Nabi. Mereka selalu ta’at dan patuh kepada perintah Nabi dengan melupakan segala sesuatu yang menjadi kepentingan diri mereka sendiri.

Dipihak Quraisy pula ada beberapa kocar kacir yang terjadi sehingga beberapa kaum yang berjalan berpatah balik ke Makkah.

Rasulullah tidak henti-henti memanjatkan do’a kepada Allah memohon pertolongan. Untuk menebalkan iman tenteranya dan meneguhkan semangat barisannya, Rasulullah menghadapkan mukanya kepada sekelian tenteranya sambil memohon kepada Allah yang ertinya :

“Ya Allah! Hamba memohon kepada Engkau akan janji dan perjanjian Engkau. Ya Allah! Jika Engkau berkehendak (mengalahkan pada hamba), tidak akan Engkau disembah lagi.”

Diriwayatkan diwaktu itu, Nabi S.A.W berulang-ulang memohon kepada Allah sehingga Abu Bakar r.a yang senantiasa berada disisinya telah memegang selendang dan bahu Nabi sambil berkata bahwa Tuhan akan meluluskan padanya apa yang telah Allah janjikan.

Selanjutnya, sebagai kebiasaan bangsa Arab, sebelum berperang maka diantara pahlawan-pahlawannya lebih dulu harus bertanding dan beradu kekuatan dengan pahlawan musuh. Dipihak kaum Quraisy, 3 pahlawan yang keluar adalah 1. Utbah Bin Rabi’ah, 2. Syaibah Bin Rabi’ah dan 3. Walid Bin Utbah. Dan dari tentera Islam ialah 1. ‘Auf bin Al-Harits, 2. Mu’adz bin Harts dan 3. Abdullah bin Rawahah. Mereka bertiga adalah dari kaum Anshar. Tetapi kerana kesombongan kaum Quraisy yang merasakan bangsanya lebih baik, tidak mahu menerima kaum Anshar, malah meminta Rasulullah mengeluarkan 3 orang pahlawan dari kaum Quraisy sendiri. Maka Rasulullah mengeluarkan 1. Hamzah Bin Abdul Muthalib, 2. Ali Bin Abi Thalib dan 3. ‘Ubadah Bin Al-Harits. Mereka berenam beradu tenaga sehingga akhirnya tentera Quraisy jatuh ketiga-tiganya dan tentera Islam hanya ‘Ubaidah Bin Al-Harits yang syahid. Ini adalah petanda bahwa kaum Quraisy akan tewas.

Setelah itu pertempuran terus berlaku. Tentera Islam yang seramai 313 orang berlawan mati-matian untuk menewaskan tentera Quraisy. Rasulullah senantiasa mengamati gerak-geri tentera Islam. Dengan sebentar waktu, berpuluh-puluh tentera musyrikin menghembuskan nafasnya, melayang jiwanya meninggalkan badannya bergelimpangan diatas tanah bermandikan darah. Tentera Islam senantiasa menyebut “Esa! Esa! Esa!”.

Rasulullah pula tidak henti-henti memanjatkan do’a pada Allah memohon kemenangan tentera Islam. Ada seketika dengan tidak ada sebab apapun, Rasulullah telah jatuh dengan mendadak sebagai orang pengsan. Tubuhnya gementar dan kedinginan bagaikan orang ketakutan. Tetapi tidak berapa minit, Beliau bangun dengan tegak lalu bersabda kepada Abu Bakar r.a. yang senantiasa berada disisinya, yang ertinya :

“Gembiralah oleh mu hai Abu Bakar. Telah datang pertolongan dari Allah kepadamu. Ini Malaikat Jibril sampai memegang kendari kuda yang ia tuntun atas kedua gigi sarinya berdebu.”

Rasulullah memberi semangat kepada tenteranya dengan sabdanya yang membawa maksud dan jaminan bahwa tentera Islam yang turut serta diperang Badar dijamin masuk syurga. Mendengar ini, tentera Islam semakin berkobar-kobar semangatnya. Ramai pembesar-pembesar Quraisy yang terkorban dan pada akhirnya, mereka bubar dan melarikan diri. 70 orang kaum Quraisy terbunuh dan 70 yang lain tertawan. Manakala tentera Islam pula hanya 14 yang syahid (6 dari Muhajirin dan 8 dari Anshar). Tentera Islam mendapat kemenangan dari sebab keteguhan dan ketabahan hati mereka. Bangkai-bangkai tentera musyrikin dilempar dan dikuburkan didalam sebuah perigi/sumur di Badar.

Kemenangan ini disambut dengan riang gembira oleh orang yang tidak mengikut peperangan, yaitu kaum perempuan, kanak-kanak dan beberapa orang lelaki yang diberi tugas mengawal Madinah dalam masa pemergian tentera Islam ke Badar itu.

Di Madinah pula, Rasulullah memikirkan bagaimana cara yang patut dilakukan keatas orang tawanan perang. Rasulullah juga berpesan pada orang ramai supaya bersikap baik dan belas kasihan kepada orang tawanan. Sehingga ada kaum muslimin yang memberikan satu-satunya roti yang ada kepada orang tawanan. Sehingga orang tawanan merasa segan dengan kebaikan yang ditunjukkan. Rasulullah kemudian berbincang dengan orang Islam tentang nasib tawanan Badar. Ada yang menyatakan dibunuh saja kerana mereka telah engkar dengan Allah dan mengusir kaum Muhajirin dari Makkah. Ada pula yang lebih lembut hatinya dan disuruh lepaskan saja dengan harapan mudah-mudahan mereka akan insaf dan tertarik dengan Islam. Setelah lam berbincang, mereka akhirnya mengambil keputusan untuk melepaskan mereka dengan mengenakan tebusan sekadar yang sepatutnya mengikut keadaan masing-masing. Setinggi empat ribu dirham dan serendah satu ribu dirham. Bagi yang miskin tetapi ada pengetahuan membaca dan menulis dikehendaki supaya mengajar sepuluh orang kanak-kanak Islam. Mereka semua dibebaskan apabila tebusan telha dibayar atau kanak-kanak itu telah pandai.